Minggu, 08 Januari 2012

Budi Utomo Menuju Sarekat Islam (Bagian Pertama)


Seri Tokoh Pembebasan Nasional
Oleh : Mohammad Hatta
Sutomo-Tjokro
Kalau kita bertanya dari mana asal pergerakan nasional kita, maka jawabnya, pergerakan nasional itu tentu berasal dari kita sendiri. Tetapi kita boleh bertanya lebih lanjut, pengaruh apakah yang masuk ke dalam pergerakan nasional itu.
Kita hendaknya melihat kembali ke masa “Matahari Terbit di Asia” yang waktu itu disebut masa “Renaissance Asia”. Masa itu bermula dengan kemenangan Jepang terhadap Rusia.
Sebelumnya, dengan bantuan Rusia, Jepang berhasil memperluas daerahnya dengan merebut wilayah Tiongkok. Tetapi oleh Jerman dan Inggris, Jepang didesak untuk menyerahkan sebagian wilayah yang direbutnya itu kepada rusia. Rusia memerlukan daerah yang bebas es, hingga mudah berhubungan dengan negeri-negeri lain. Akhirnya atas bantuan Jerman, Inggris dan Prancis, Jepang terpaksa menyerahkan Port Arthur kepada Rusia.
Sungguhpu Jepang dengan terpaksa telah menyerahkan daerah perluasannya, ia tetap mengadakan persahabaan dengan inggris. Bahkan ada perjanjian, kalau sampai terjadi perang, Inggris tidak akan membantu lawan Jepang.
Karena sudah mendapatkan jaminan, Jepang pun bisa membangun armadanya. Maka pada tahun 1904, Jepang mulai menghantam Rusia. Pada tahun 1905, Rusia berhasil dikalahkan. Kemenangan Jepang terhadap Rusia itu disebut sebagai “Fajar menyingsing bagi Asia”. Kejadian ini amat berpengaruh di Indonesia.
Ada pula pengaruh lain yang justru merupakan pengaruh langsung, yaitu pengaruh kaum intelektual. Kaum intelegensia Indonesia, mereka inilah yang merasakan perkembangan dan suasana baru. Pemimpin Negro di Amerika mengatakan bahwa abad ke-20 ini adalah abad bangsa kulit berwarna.
Maka timbullah pergerakan di Indonesia, pertama melalui kaum intelegensia, dan kedua karena kemenangan Jepang terhadap Rusia seperti dikatakan diatas.
Kebangunan di China mempengaruhi pula kaum muda Cina di Indonesia. Sun Yat Sen berhasil menganjurkan supaya Kerajaan Mansyu dirobohkan dan akhirnya diganti menjadi Republik Cina. Masyarakat Cina di Indonesia ikut bangga akan kemerdekaan Cina. Maka banyak adat-istiadat lama yang mereka buang. Misalnya, orang China dulu memakai cacing (kucir), yang kemudian dipotong dengan paksa. “Cacing ini merupakan adat peninggalan Mansyu, karena itu harus dibuang. Kita mau merdeka, “ kata mereka.
Sikap dan perbuatan orang-orang China yang pada umumnya hidup berdagang ini berpengaruh pula terhadap kaum dagang Cina di Indonesia. Karena itu pada tahun 1911 timbullah gerakan yang kedua.
Tetapi sekarang saya mulai dulu dari gerakan yang pertama yaitu Budi Utomo.
Budi Utomo didirikan di Gedung Stovia, yang sekarang disebut Gedung Kebangkitan Nasional, pada tanggal 20 Mei 1908. Timbul pertanyaan, siapa sebenarnya yang mendirikan Budi Utomo itu? Ada yang mengatakan dr. Wahidin, ada yang mengatakan dr. Sutomo. Pemeriksaan lebih lanjut menetapkan dr. Sutomo.
Kalau kita perhatikan, keduanya benar. Tetapi saya anjurkan agar ahli-ahli sejarah, terutama yang mudah-muda, mencoba menyelidiki materi-materi lama dari surat-surat kabar, surat kabar Belanda atau apa pun, misalnya dari kenang-kenangan orang-orang tua dulu, bagaimana kenyataan yang sebenarnya.
Kenapa nama dua orang itu disebut?
Menurut analisa saya, memang dr.Sutomo, dr.Gunawan dan lain-lain pada masa itu masih mahasiswa Stovia. Sebenarnya dahulu belum disebut mahasiswa, tetapi pelajar sekolah Dokter Jawa. Mereka itu rata-rata berumur 20 tahun. Tentu kita dapat mengerti, sebab dahulu, untuk masuk Stovia harus melalui Sekolah Rakyat (Europeesche Lager Scholl), lamanya 7 tahun. Jadi waktu masuk Stovia, mereka kira-kira berumur 13 atau 14 tahun.
Lama belajar di Stovia mula-mula 8 tahun, kemudian 9 tahun dan akhirnya diperpanjang lagi menjadi 10 tahun. Jadi mungkin mereka itu mendirikan Budi Utomo di tahun-tahun penghabisan pelajaran mereka. Jangan pula dilupakan, dr.Sutomo sendiri mengakui bahwa dr. Wahidin banyak berpengaruh kepada dirinya.
Barangkali setelah di Gedung Stovia ini didirikan Budi Utomo, dr. Wahidin teringat pada cita-cita lamanya untuk memajukan perkumpulan yang menggerakkan kaum intelektual. Maka didirikannya cabang di Yogyakarta.
Waktu itu Wahidin yang telah menjadi dokter, berumur 50 tahun. Jadi tidak mungkin dia yang mendirikan Budi Utomo. Agaknya dia mempegaruhi Budi Utomo, maka didirikannyalah cabang itu.
Perlu pula kita selidiki, kapan Budi Utomo beralih dari perkumpulan mahhasiswa menjadi perkumpulan kaum priayi.
Memang, lambat laun mahasiswa diganti oleh kaum priayi. Para mahasiswa yang mendirikan Budi Utomo kemudian tidak berhenti, tetapi bergerak terus sesudah melihat bermacam-macam pergerakan rakyat, seperti Sarekat Islam dan Indische Partij.
Pada tahun 1915 mereka mendirikan Jong Java, yang kemudian diikuti oleh Jong Sumatranen Bond dan lain-lain. Jadi pemuda Jawa waktu itu mengalih langka, mendirikan pergerakan mahasiswa baru yaitu Jong Java.
Dari Budi Utomo yang sejak mula bergeraknya telaah tersentuh oleh menyingsingnya Fajar Asia, maka mulailah gerakan-gerakan untuk menanamkan cita-cita kemajuan. Karena pada masa itu semuanya masih “tidur”, maka dengan bangunnya Budi Utomo itu tersentak pulalah orang-orang Belanda dari tidurnya, sehingga Mr.Van Deventer menulis di majalah De Gids kata-kata : “Het Wonder is geschied, Insulinde de schoone slaapter, is ontwaakt. “ (Sesuatu yang ajaib telah terjadi. Insulinde, putri cantik yang tidur sudah terbangun).
Itulah pengaruh timbulnya Budi Utomo di Negeri Belanda sendiri, sehingga De Gids, majalah kenamaan di Negeri Belanda yang hanya memuat tulisan-tulisan para ahli mengarang memberika reaksinya.
Tetapi seperti telah saya katakan tadi, Budi Utomo tidak lama menjadi perkumpulan mahasiswa karena seterusnya menjadi perkumpulan kaum priayi sedang (menengah), sedangkan priyayi-priyayi tinggi seperti regent, mempunyai regenten bond.
Perjuangan Budi Utomo terbatas pada mereka yang sanggup atau golongan intelektual. Mereka itu berjuang menuntut kemajuan Jawa.
Tetapi pada masa itu masih berlaku peraturan Belanda, Regeerings Reglement pasal 111, yang melarang mendirikan perkumpulan politik atau yang serupa dengan perkumpulan politik, atau perkumpulan yang bisa mengganggu ketentraman umum. Karena itu Budi Utomo mengutamakan bergerak dalam bidang Sosial dan kultur. Sebab itu saya menganggap Budi Utomo sebagai pendahuluan timbulnya pergerakan rakyat. Suatu kenyataan bahwa perasaan kebangsaan sudah bangun, yang pada mulanya merupakan pergerakan sosial. Jadi Budi Utomo itu mau tak mau talah memasuki bidang politik bagian sosial.
Pada tahun 1908, kira-kira tanggal 28 Desember, Budi Utomo memperoleh rechtspersoon dari pemerintah Hindia Belanda. Tujuan Budi Utomo ialah membantu mencapai kemajuan tanah air dan bangsa yang harmonis di Jawa dan Madura, dengan jalan yang sah dan membantu pula usaha golongan lain yang tujuannya sama.
Itulah tujuan umum yang hendak dicapainya. Selain itu ada pula tujuan khusus, seperti yang tercantum dalam beberapa pasal:
1. Memperhatikan kepentingan pelajaran umumnya (jadi umumnya pendidikan
2. Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
3. Menghidupkan kembali seni dan kepandaian lama serta ilmu pusaka sendiri.
4. Menjunjung tinggi dasar-dasar perikemanusiaan.
5. Lain-lain yang dapatt menjamin penghidupan bangsa yang pantas.
Maka kalau kita perhatikan rencana tujuan di atas, terasa bahwa bukan saja kemajuan yang hendak dicapaiya, melainkan juga hubungan rasa dengan bangsa Belanda diinginkan agar terwujud. Sebab itu dikatakan dalam Pasal 4 : Menjunjung tinggi dasar-dasar perikemanusiaan.
Kita tahu, hubungan antara orang Indonesia dengan orang Belanda pada masa itu jelek sekali. Orang Indonesia dipandang hanya sebagai kuli-kuli semata, masih hina dimata orang Belanda. Malahan mahasiswa yang berasal dari Jawa, kalau datang ke Stovia, tidak dibolehkan memakai sepatu. Jadi begitulah, pakaian pun diubah. Maka terasa juga pada kita adanya sedikit dasar perubahan keadaan. Hal itu sebenarnya sudah memasuki medan politik, tetapi tidak disebut-sebut.
Maka kita lihat, kebangsaan Budi Utomo pada waktu itu terbatas pada bangsa Jawa, Madura dan Bali saja. Itulah salah satu sebab maka dr. Tjipto Mangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo, yang kemudian diikuti oleh Soewadi Soerjaningrat.
Telah disebutkan diatas bahwa isi Regerings Reglement pasal 111 ialah melarang perkumpulan politik atau yang bersifat politik. Rapat-rapat pun tidak boleh membicarakan soal-soal politik atau yang bakal merusak ketentraman umum. Semuanya itu terlarang di Hindia Belanda. Terhadap pelanggaran larangan ini akan diambil tindakan yang sesuai dengan keadaan. Demikianlah isi Regering Reglement Pasal 111.
Oleh karena itu, dalam praktek kita lihat Budi Utomo terlalu banyak menitikberatkan kepada pendidikan dan pengajaran. Sekolah-sekolah didirikan, dan ini menarik perhatian kaum intelegensia untuk mulai memperhatikan kemajuan kebudayaan sendiri.
Pada masa permulaan, Bud Utomo boleh dikatakan merupakan gerakan kultur nassionalisme. Di bidang politik mereka tidak bergerak karena dilarang oleh Undang-undang.
Selain Budi Utomo, yang telah kena sentuh oleh pengaruh seperti yang dikatakan diatas, muncul pula pergerakan rakyat yang lain pada tahun 1912. Pergerakan rakyat ini lahir sebagai rentetan peristiwa dalam kesadaran sosial dan politi. Corak politiknya pun tidak nyata keluar, tetapi diselimuti, sedangkan corak sosialnya lebih dimajukan. Pergerakan ini kelihatan sebagai reaksi terhadap sikap orang Cina dan peranakan Cina yang merasa diri mereka sebagai putra dari suatu negara besar yang telah menjadi Republik dengan revolusinya yang berhasil. Mereka dengan sendirinya bangga karena mencapai derajat yang demikian itu. Sekalipun rakyat jajahan, rakyat Cina dahulu menganggap dirinya seperti rakyat negeri Cina juga.
Maka timbullah Sarekat Dagang Islam yang merasakan pertentangan yang timbul antara kaum dagang kita dengan kaum dagang Cina, dalam berebut rezeki.
Sarekat dagang Islam tersebut ada di bawah pimpinan Haji Samanhudi. Tetapi Haji Samanhudi sebenarnya bukanlah orang pertama yang memikirkan perkumpulan serupa itu. Sebelum Haji Samanhudi sudah ada orang lain yang mengemukakan cita-cita Sarekat Dagang Islam, yaitu Raden Mas Tirto Adisurjo yang mula-mula tinggal di Bogor. (bersambung)
*) Ceramah Bung Hatta di Gedung Kebangkitan Nasional pada tanggal 22 Mei 1974

Tidak ada komentar:

Posting Komentar