Selasa, 10 Januari 2012

Indische Partij- Douwes Dekker


Oleh : Mohammad Hatta
Douwes Dekker
Indische Partij muncul tahun 1912, didirikan oleh Douwes Dekker, yang kemudian disertai oleh Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat.
Tentang Douwes Dekker ini kita ketahui, sejak dulu dia memang orang yang suka memberontak.
Waktu kaum Boer di Afrika selatan ditindas dan dirampas kemerdekaannya oleh Inggris, maka pecahlah Perang Boer. Doewes Dekker menawarkan dirinya untuk membantu kaum Boer, dan ia pergi ke Afrika Selatan berjuang bersama-sama kaum Boer, melawan Inggris. Jadi boleh dikatakan, ia memang seorang pemberontak.
Tentang Soewardi Soerjaningrat yang kemudian bernama Ki Hajar Dewantara, saya ketahui bahwa dia pernah membacakan syair Sentot yang dikarang oleh Multatuli sewaktu di sekolahnya diadakan perayaan. Gurunya kaget dan marah. Kemudian dikeluarkanlah Soewardi dari sekolahnya, Stovia.
Soewardi tidak maju sekolahnya disebabkan oleh jiwa pemberontak yang ada di dalam dadanya. Dia tidak berhasil menjadi dokter, tetapi akhirnya berhasil mencari dan menemukan jalan lain.
Tentang dokter Tjipto Mangunkusumo, ia pernah menawarkan dirinya memberantas penyakit pes di Jawa Tengah dan Jawa Timur waktu itu. Serangan penyakit itu sangat hebat, tetapi hanya dialah satu-satunya yang menawarkan diri untuk memberantas penyakit tersebut.
Tujuan Indische Partij ialah kemerdekaan Hindia. Berlainan dengan Sarekat Islam yang tidak mau bicara politk dan melarang anggota-anggotanya berpolitik, Indische Partij tegas menghendaki kemerdekaan hindia dengan jalan parlementer. Jadi menuntut diadakannya suatu Dewan Perwakilan Rakyat.
Waktu itu nama Indonesia belum dikenal. Yang dikenal hanya Hindia, atau Nederlandsch-Indie. Indische Partij menyebut Hindia saja. Nederlandsch-nya dihilangkan.
Nama “Indonesia” yang diciptakan oleh Perhimpunan Indonesia di Deen Haag, Negeri Belanda, baru muncul sekitar tahun 1920-1921. Nama itu dipakai secara resmi oleh Perhimpunan Indonesia tahun 1922 dan dipropagandakan tidak hanya di Negeri Belanda tetapi juga di Tanah Air.
Waktu Douwes Dekker pergi ke Negeri Belanda tahun 1923 ia banyak berdiskusi dengan kami. Dia menentang kata Indonesia. “Ah Indonesia itu kan golongan primitif,” katanya. Saya katakan, “Hindia, tidak mungkin. Sebab ada Hindia jajahan Inggris, namanya India. Nama itu officieel (resmi). In Inggris tidak pernah menamakan British-India. Itu hanya orang Belanda yang mengatakannya. Biarlah kata “Indonesia’ itu primitif, asal kita sendiri yang menciptakannya.” Douwes Dekker sebagai seorang yang militan mengatakan berdirinya Indische Partij sebagai : “Een oorlogverklaring van de kolonie belasting betalende slaan aan het belasting schrampende Moederland”. (Satu pengumuman perang dari budak kolonial yang membayar pajak kepada Belanda yang menggaruk pajak.) Kata-kata kasar itu, tetapi selalu dikemukakannya.
Tuntuan Indische Partij yang terlebih dahulu dikemukakan kepada Nederland ialah supaya bersedia merintis jalan dengan mengakui dasar-dasar politik yang berlaku bagi segala negara demokrasi sebelum diberikannya kemerdekaan kepada Hindia.
Istilah jalan demokrasi yang berlaku di negara demokrasi ialah hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri. Berikanlah kepada rakyat haknya untuk menentukan nasibnya sendiri. Dengan tiada pengakuan terhadap hak rakyat tersebut, rakyat terjajah akan menuntut haknya, dan ini akan menimbulkan pemberontakan. Jadi kalau rakyat tidak diberi haknya, dia akan berontak. Hal itu dikatakannya terus terang dan diumumkan pada tahun 1913.
Pada tahun 1912 Douwes Dekker berkeliling seluruh Jawa, tetapi hanya kota-kota besar saja yang dikunjunginya. Adapun maksud kunjungan-kunjungan itu ialah untuk mempropagandakan pendirian Indische Partij.
Dimana ia selalu mengatakan tujuan dan pendirian Indische Partij terhadap penjajahan dan hubungan antara penjajah dengan si terjajah. Yang mengherankan, ia tidak diganggu berpidato dimana-mana walaupun isi pidatonya itu menyarankan atau mempropagandakan Hindia lepas dari Nederland dan hak Hindia untuk memerintah dirinya sendiri. Mungkin karena sudah ada kemajuan zaman, walaupun larangan masih ada.
Indische Partij, khususnya Doewes Dekker, bisa saja bicara semacam itu. Apabila Sarekat Islam tidak berani mengatakan hal itu, maka selalu dikatakan bahwa tujuan gerakan ialah orang banyak dan Islam sebagai pengikat persatuan.
Indische Partij menuju kaum intelegensia, terutama kaum intelegensia bumiputra, kaum Indo dan kum Tionghoa, sedangkan tujuan Sareka Islam ialah rakyat umum. Inilah beda antara Indische Partij dan Sarekat Islam. Indo Belanda dianjurkan masuk ke dalam Indische Partij. Tetapi banyak Indo Belanda yang salah paham. Kata mereka, kalau Hindia merdeka, mereka akan menjadi penguasa di Hindia Belanda. Kemudian kaum Indo Belanda mengundurkan diri dari Indische Partij dan mendirikan partai baru yang dinamakan Indische Volks Partij. Partai ini membantu Nederland. Mereka kecewa sebab tujuan Douwes Dekker bukan Hindia buat kaum Indo, melainkan buat seluruh penduduk yang mengakui Hindia sebagai tanah airnya, tanah kelahirannya. Jadi tujuan Indische Partij ialah Hindia Merdeka untuk orang yang mengakui Hindia sebagai tanah air, tidak perduli apakah dia seorang bumiputra, orang Indo atau orang China, atau orang apa pun asal mengakui Hindia sebagai tanah airnya.
Waktu itu mulai berkumandanglah semboyan yang dikemukakan oleh dr. Tjipto Mangunkusumo: “Indie los van Holland”. (Hindia lepas dari negeri Belanda.) Itulah tujuan sebenarnya. Di mana saja dr. Tjipto Mangunkusumo bicara, itulah penghabisan kata yang diucapkannya. Hindia lepas dari Nederland!
Douwes Dekker terutama kelihatan sekali terpengaruh dengan keadaan di Filipina yang dipelajarinya. DI Filipina, pemimpin pergerakan nasional hampir seluruhnya kaum Indo, bukan orang Filipina asli. Merekalah yang diambil contoh Douwes Dekker. Maka ia pun ingin agar kaum Indo disini bercampur dengan bumiputra, dan bersama dengan bumiputra merebut Hindia. Cuma kaum Indo salah paham katanya Hindia itu buat mereka, dan mereka akan berkuasa atas bumiputra.
“Bukan itu maksud saya,” kata Douwes Dekker.” De kleurling is de aangeboren leider van de inboorling,” semboyan Douwes Dekker yang diilhami oleh keadaan di Filipina.
De kleurling, orang indo, ialah pemimpin yang ditakdirkan tuhan untuk memimpin rakyat jelata, bumiputra.
Semboyan itu dibawa Douwes dekker kemana-mana. Tetapi dilihatnya di sini keadaan tidak seperti yang terjadi di Filipina. Tatkala sudah kentara tujuan Indische Partij, maka gubernur Jenderal Idenburg tak mau memberikan rechtspersoon dan memerintahkan supaya Indische Partij dibubarkan.
Sungguhpun hidupnya tidak lama, cuma kira-kira dua tahun, pemimpin-pemimpinnya sesudah Indische Partij dibubarkan, bersepakat secara perseorangan untuk mempropagandakan cita-cita mereka. Di Bandung didirikannya surat kabar yang bernama De Express. Mereka meneruskan propaganda mereka dengan tulisan. Surat kabar De Express Bandung menjadi trompet mereka.
Ada dua hal yang menjadi sebab kenapa ketiga orang tadi, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat diinternir.
Pertama, maksud pemerintah jajahan untuk mengadakan “Koloniale Raad”. Sarekat Islam menuntut adanya nationale parlement. Koloniale Raad akan beranggotakan 29 orang, diantaranya 8 orang bukan orang Belanda. Sedangkan yang 21 orang ialah orang Belanda. Dari 8 orang yang bukan Belanda tadi, 5 orang dari golongan tertinggi, yaitu regent atau lainnya, dan 3 orang lainnya dari pemimpin rakyat.
Ini ditentang oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat yang menuntut Indisch Parlement. Mereka selalu menuntut Indisch Parlement, sebab dengan tuntutan itu berarti rakyat Indonesia memperoleh perwakilan menurut perbandingan jumlah yang hadir.
Kedua, ialah maksud pemerintah Hindia Belanda untuk merayakan 100 tahun kemerdekaan Belanda. Sebelum merdeka Belanda dijajah oleh Napoleon dan baru merdeka pada tahun 1813.
Untuk memperingati 100 tahun kemerdekaannya itu di Hindia Belanda akan diadakan perayaan besar-besaran dan kepada rakyat diminta sumbangan uang.
Hal ini ditentang oleh sebuah komite yang berdiri di bandung, Komite Bumi Putera namanya. Komite ini dipimpin oleh Tjipto Mangunkusumo, Soewardi Soerjaningrat, Abdul Moeis dan seorang penulis bernama Wignyadisastra.
Pada hari kemerdekaan itu dikirimlah telegram kepada Pemerintah Belanda, kepada Koningin, meminta kepada ratu Belanda agar Hindia Belanda diadakan Indisch Parlement yang sempurna.
Selain itu komite mengeluarkan surat edaran diantaranya buah tangan Soewardi Soerjaningrat yang berjudul : “Als ik een Nederlander was…..” (“Kalau saya seorang Belanda……”) karangan itu sudah saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buah tangan Soewardi Soerjaningrat ini diikuti oleh karangan Tjipto Mangunkusumo: “Kracht of vress?” (kekuatan atau takut?”)
Soewardi juga menulis sebuah karangan lain berjudul: “Een voor Allen maar ook Allen voor Een” (“Satu buat Semua dan Semuanya buat satu”).
Douwes Dekker menulis karangan berjudul : “Onze helden” (“Pahlawan Kita”).
Akhirnya ketiga orang tersebut diinternir ke luar Pulau Jawa. Tetapi sebelum dilaksanakan, interniran itu diganti dengan externiran ke Negeri Belanda.
*) Ceramah Bung Hatta di Gedung Kebangkitan Nasional 22 Mei 1974 saat peringatan hari Kebangkitan Nasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar