Sabtu, 04 Februari 2012

Apa Sebab Negara Republik Indonesia Berdasarkan Pancasila (Bagian Terakhir)


Oleh : Ir. Soekarno
BK di tengah massa (1)
Dari dahulu mula bangsa Indonesia ini cinta kepada keadilan sosial, kalau zaman dahulu, kalau ada pemberontakan—Saudara-saudara berhadapan dengan pemerintah belanda—semboyannya selalu “Ratu Adil”, Ratu adil para marta. Sama rata, sama rasa. Adil, adil, itulah yang menjadi gandrungnya jiwa bangsa Indonesia. Bukan saja di dalam alam pergerakan sekarang atau di dalam pergerakan alam nasional tetapi dari dulu mulu.
Maka oleh karen itulah aku berkata, baik Ketuhanan Yang Maha Esa maupun Kebangsaan, maupun Perikemanusiaan, maupun Kedaulatan rakayat, maupun Keadilan sosial, bukan aku yang menciptakan. aku sekedar menggali sila-sila itu. Dan sila-sila ini aku persembahkan kembali kepada bangsa Indonesia untuk dipakai sebagai dasar daripada wadah yang harus berisi masyarakat yang beraneka agama, beraneka suka, beraneka adat-istiadat.
Inilah Saudara-saudara, maka di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai di dalam zamn Jepang, pertenghan tahun 1945 telah diadakan satu sidang daripada pemimpina Indonesia, dan di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu di bicarakan hal-hal ini. Pertama, apakah negara akan datang itu harus berdasar satu falsafah ataukah yang akand atang itu harus berdasar pada satu falsafah ataukah tidak? Semua berkata “harus berdasarkan satu falsafah”. Harus memakai dasar. Sebab kita melihat di dalam sejarah dunia ini banyak sekali negara yang tidak berdasar, lantas berbuat jahat, oleh karena itu tidak mempunya ancer-ancer hidup bagi rakayatnya.
Kita melihat negara-negara yang besar, tetapi karena tidak mepunya ancer-ancer hidup, tidak mempunyaidasar hidup, dengan sedih kita melihat bahwa negara-negara itu berbuat sesuatu yang sebenarnya melanggar kedaulatan dan perikemanusiaan.
Di dalam sidang Dokuritisu Zyunbi Tyoosakai itu memutuskan akan memberi dasar kepada negara. Akhirnya saya. Mempersembahkan Pancasila. Dan syukur alhamdulillah sidang menerimanya. Dan tatakala kita memperoklamirkan ke merdekaan, kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, dasar ini yang dipakai. Dan aku berkata, oleh karena dasar ini, segenap rakyat Indoensia dari Sabang sampai ke Merauke menyebutkan proklamsi itu dengan gegap-gempita. Disambut oleh kaum alim ulama, disambut oleh kaum buruh, disambut oleh kaum tani, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Aceh, disambut oleh saudara-saudara yang berdiam di Flores, disambut saudara-saudara yang berdiam di Kalimantan, disambut saudara-saudara yang berdiam di Bali, disambut oleh segenap rakyat Indonesia.
Aku baru pulang dari Bali, tahukan penyambutan rakyat Bali itu yang beragama Hindu Bali itu terhadap kepada Proklamsi Kemerdekaaan Indoensia? Rakayat Bali hidup di dalam alam perjuangan yang hebat. Ada satu tempat kecil di Bali, namanya Tabanan, Yah.., kalau dibandingkan dengan disini Tabanan itu barangkali hanya sebesar.. waru, atau sebesar Tulangan, sebesar Prambon. Di Tabanan itu saja di dalam tahun 1951 diresmikan satu Taman pahlawan yang di dalam Taman Pahlawan itu 680 jenazah.
Demikian pula ditempat yang lain-lain. Memang, rakyat Bali ini menyambut Proklamasi dengan gegap-gempita. Agamanya adalah Hindu bali. Tetapi mereka menyambut Proklamasi ini ialah karena proklamsi ini di dasarkan kepada Pancasila. Pendek kata, tatkal usul saya kepada Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai itu diterima oleh sidang dan kemudian dipakai sebagai dasar negara Republik Indonesia, tak putus-putus aku mengucapkan syukur kpeada Tuhan. Inilah dasar yang menjamin ketuhanan bangsa kita yang beraneka agama, beraneka adat-istiadat, beraneka suku.
Maka oleh karena itu, jikalau dikatakan Pancasila adalah smeentara? Ya.., Konstituante nanati yang akan menetukan. Tetapi aku memohon kepada Tuhan agar supaya Negara Republik Indonesia tetap berdasarkan pancasila.
Aku hidup gandrung dalam suasana persatuan. Aku masuk di dalam gelanggang perjuangan tatkala aku berumur 18 tahun. Dulu sebelum 18 tahun tidak boleh masuk partai politik. Umur 18 tahun aku kintil (ikut) Rama Tjokroaminoto ikut berjuang. Sejak daripada itu tetap aku gandrung pada persatuan, sekali lagi persatuan. Perkataan gandrung ini kelaur dari mulutku dari tahun 1918 sampai sekarang. 37 tahun lamanya aku gandrung persatuan. Memang.., aku gandrung persatuan. Oleh karena aku mengetahui, bahwa hanya persatuanlah yang bisa memerdekakan. Hanya persatuan bisa menetapkan kemerdekaan. Hanya persatuan inilah yang bisa membawa kita kepada cita-cita kita sekalian!
Di dalam Kongres Rakyat Indonesia kuanjurkan persatuan ini. Di dalam Kongres Partai nasional Indonesia di bandung, 10 bulan yang lalu, kuanjurkan persatuan ini. Olwh karena aku melihat gejala-gejala perpecahan makin lama makin meningkat, makin lama makin menampak. Bersatulah kembali Saudara-saudara, bersatulah rakyat, bersatu kembali di dalam persatuan nasional revolusioner yang sebulat-bulatnya. Sebab kita duduk di dalam alam revolusi nasional.
Kalau kita mengadakan persatuan yang bukan persatuan nasional revolusioner, kita tidak bisa menyelesaikan revolusi nasional kita itu. Aku hidup di dalam alam persatuan ini, aku gandrung kepada persatuan ini, maka oleh karena itulah, jikalau aku sekarang sebagai Presiden republik Indonesia berbicara dihadapan Saudara-saudara, resmi sebaga Presiden Republik Indoensia yang membentangkan kepada Saudara-saudara dasar negara, yang akan bersumapah diatasnya sebagai Presiden.
Di samping itu, aku bergembira hati, diberi kesempatan oleh Allah SWT sebagai warganegara biasa membicarakan hal dasar-dasar negara itu.
Di dalam pidato 17 agusutus 1955 aku menganjurkan kepada Panca Dharma. Apa inti dari Panca Dharma? Tak lain dan tak bukan ialah inti itu kelaur daripada jiwa Pancasila. Tidakkah Panca Dharma lima? Pertama, Persatuan. Kedua, yang merusak persatuan dan mengacau-ngacaukan keamanan ini harus kita lenyapkan. Nomor tiga, pembangunan, pembangunan, pembangunan! Keempat, Irian Barat . Kelima, Pemilihan Umum. Pemilhan Umum pada intinya adalah persatuan. Segenap bangsa Indonesia yang 80 juta ini, yang sudah dewasa 43 juta, diminta mengeluarkan suaranya dengan cara bebas, dalam alam suasana persaudaraan. Mari kita sekarang dengan tenang dalam suasana persaudaraan bangsa mengemukakkan suara kita. Jiwa daripada pemilihan umum adalah persatuan!
Pembangunan.., juga tidak bisa selesai zonder persatuan. Dapatkah engkau membangun ekonomi Indonesia tanpa persatuan? Tahukah engkau bahwa indonesia ini ekonomi yang sebenarnya satu unit, satu kesatuan yang besar, yang jikalau satu daerah dikeluarkan, kocar-kacir eknomi kita ini. Dan kita menyusun satu ekonmi yang bukan eknomi kolonial, eknomi imprealis, Tidak! Di dalam Undang-Undang dasar kita sebutkan dengan tegas bukan eknomi yang membikin gendut perutnya satu dua orang. Tetapi eknomi yang membikin sejahtera segenap rakayat. Inilah dasar, inti jiwa daripada Undang-Undang dasar kita, meskipun Undang-Undang Dasar yang dinamakan sementara.
Satu ekonomi nasional yang menjamin semua bangsa Indonesiam hidup sejahtera layak, makmur. Bukan ekonomi yang membikin gendut orang satu tetapi eknoomi sama rata sama rasa. Satu eknomi yang mengandung jaminan kehidupan yang baik buat semua, di alam suasana kesatuan dan persatuan. Pengacau keamanan bahwa itu memecah kepada persatuan merugikan kepada rakyat, perlukah masih ku-uraikan? Tidak!
Irian Barat. Sebab apa saudara-saudara menuntut Irian Barat? Mungkin saudara beragama Islam? Di sana rakyatnya bukan Islam, lho! Kenapa saudara menuntut Irian Barat supaya masuk di dalam wilayah Republik Indonesia? Saudara beragama Islama, mereka tidak bergama islam! Saudara akan menajwab: “Aku menuntut Irian barat kemabli ke dalam wilayah republik indoensia oleh karena Irian Barat adalah sebahagian daripada tanah air Indonesia, oleh karena suku Irian barat adalah sebagian daripada bangsa Indonesia seluruhnya.
Lho … kenapa saudara menuntut Irian Barat untuk kembali kepada kekuasaan Republik? Saudara akan menajab: “Aku menuntut Irian barat kembali ke wilayah kekuasaan Republik indonesia oleh karena bangsa kita adalah satu dari Sabang samapai ke Merauke”.
Jadi, dasarnya ialah persatuan bangsa. Makal oleh karena itu, aku sekali lagi menganjurkan kepada segenap rakyat Indoensia, terutama sekali di hadapan pemilihan umum ini, ingat kepada persatuan. Ingat kepada Persatuan! Bangsa Indonesia adalah selalu kukatakan bukan bangsa yang kecil, jumlahnya 80 juta. Lebih besar daripada bangsa yang lain-lainnya.
Aku telah, alhamdulillah, melawat ke Mesir, ke Arabia, ke India, ke Karachi, ke Pastian, ke Sailan, ke Rangoon, dan sebagainya. Kecuali ke eropa dan Amerika, aku melihat bangsa kita potensinya hebat-hebat. Tidak ada satu tanaha air daripada suatu bangsa yang lebih hebat daripada tanaha air Indonesia.
Tidak ada suatu bangsa yang lebih – seragam, sebenarnya jikalau mau—dari pada bangsa Indoensia. Tidak ada satu tanah air yang lebih indah daripada bangsa Indonesia. Jumlahnya pun tidak sedikit, 80 juta. Lebih daripada bangsa yang lain!
Yaah, kita kalah dengan Amerika Sekrikat jumlah bangsa kita ini. Kalah dengan USSR (Soviet Uni) jumlahnya bangsa kita ini. Kalah dengan Tiongkok jumlah bangsa kita. Kalah dengan India jumlah angsa kita. Tetapi disamping yang empat ini, Saudara-saudara, tidak ada lagi yang mengalahkan kita. Ada yang memadai kita jumlah rakyatnya yaitu Jepang, tetapi yang lain-lain, semuanya kurang daripada kita.
Mesir yang bapak tempo hari kunjungi dan yang Bapak melihat semangatnya meluap-luap, berapa jumlah mereka? Mereka yang Bapak melihat mereka membangun. Membuat dam-dam yng besar, membuat jalan-jalan yang besar. Jumlha mereka berapa? Yang mereka membangun pula tentara, tentara yang hebat. Yang mereka membangun Angkatan Udara yang aku melihat pesawat-pesawat udara yang terbang di angkasa, Saudara-saudara. Berapa jumlah rakyat Saudi Arabia? 60 juta, kita 80 juta!
Aku datang di Bangkok, disambut oleh PM Phibul Songgram. Tahukah engkau rakyat Thailand jumlahnya? 20 juta, kita 80 juta. Kita bangsa yang 80 juta bukan bangsa yang kecil, kalau kita bersatu kataku berkali-kali, jikalau kita 80 juta bersatu padu di dalam kesatuan nasional revolusioner, tidak ada satu cita-cita yang tidak terlaksana oleh kita.
Sekian sajalah, amanat Bapak.
*) Pidato di Surabaya, 24 September 1955.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar