Jumat, 10 Februari 2012

Partai Nasional Indonesia (18)


Pidato Indonesia Menggugat
Oleh : Ir. Soekarno
Bung karno Pidato di depan Rakyat
Massa-aksi
Krishna Tiwikrama! Jadi toh revolusi, jadi toh hamuk sebagai “hamuk Jayabinangun”, jadi toh huru hara atau setidak-tidaknya menjungkirkan hukum?
Bukan, sekali lagi bukan!
Bukan pelanggaran hukum atau revolusi, — tetapi suatu massa-aksi yang aman tetapi hebat, suatu massa-aksi yang teratur tetapi dahsyat, sebagai misalnya massa-aksi SDAP “tatkala dua puluh tahun yang lalu, berjuang merebut hak pilih umum. Adakah di dalam massa-aksi SDAP pada waktu itu, tatkala puluhan, ratusan ribu manusia bergerak, bom-boman atau dinamit-dinamitan, pengrusakan keamanan umum, pelanggaran kekuassan pemerintah? Adakah SDAP di dalam massa-aksi untuk hak pilih itu mengalirkan darah, adakah pemimpin-pemimpinnya kena hukuman lantaran melanggar pasal ini atau pasal itu?
Tuan-tuan Hakim, rakyat Belanda sekarang merasa besar hatilah atas kemenangan demokrasi itu; kami pun ikut mengucap syukur atasnya, kami pun ikut berseru: “bahagia, bahagialah kamu dengan hak pilih umum itu, hai, bangsa Belanda!” – Tetapi……marilah kita ingat sebentar, bagaimana rakyat Belanda itu caranya mendatangka hak pilih umum itu, bagaimana caranya kemenangan demokrasi itu didatangkan! Tak lain tak bukan,–dengan massa aksi! Dengan massa-aksi yang bergelombang-gelombang melimpah seluruh negeri Belanda, membangkitkan seluruh energinya rakyat, mengelektrisasi sekujur badannya bangsa, — massa aksi yang hebat dan kini tertulis dengan huruf emas di dalam buku riwayat bangsa Belanda dan mendatangkan aturan pemerintah yang modern!
Massa-aksi yang demikian hebatnya itulah yang diidam-idamkan oleh PNI, massa-aksi yang hebat dan mahakuasa, yang juga menggetarkan seluruh tubuhnya rakyat dan juga mengelektrisasi sekujur badannya bangsa,–massa aksi yang bergelombang-gelombang menuju ke arah maksudnya, tidak dengan bermaksud – iseng-iseng langgar-langgaran undang-undang sebagai yang dituduhkan kepada kami dalam proses ini, tidak pula dengan senjata bom atau bedil atau gas racun atau “ramai-ramaian” apapun juga, melainkan hanyalah dengan senjata semangat yang berupa nasionalisme beserta empat urat saraf itu tadi saja, sebab senjata semangat ini, asal sudah cukup mengasahnya, sudah bisalah membikin kami mahasakti dan tak dapat ditundukkan, yakni bisa membangkitkan desakan “kekerasan batin”, moreel geweld, yang mahabesar, sehingga maksud kami tentu dapat tercapai!
Kami kembali lagi: badan lahirnya pembentukan kekuasaan PNI kami cari di dalam rakyat murba yang berjuta-juta itu, di dalam masa yang berkerumun-kerumun sebagai semut.
Aha! AID sering menulis atau saksi Albreghs ala Colijn berkata- jadi, gantinya PKI, jadi, gantinya, Gombinis”!! Satu “logika” lagi yang kocak, Tuan-tuan Hakim!
“Logis”, bukan? PNI didirikan tidak lama sesudah PKI mati PNI sering menunjukkan sikap anti-imperialisme sebagai PKI, PNI mau menggerakkan massa sebagai PKI, jadi PNI sama dengan PKI, jadi, merah putih kepala banteng sama dengan merah martil arit, jadi, nasionalis Indonesia sama dengan “Gombinis”!
Walaupun begitu, — walaupun “logika” yang begitu “logis” itu,– PNI bukan “Gombinis”! PNI memang didirikan di dalam tahun 1927, memang anti-imperialisme, memang suatu partai massa, memang suatu partai yang kromoistis dan marhaenistis, memang dikhawatirkan oleh dr. Cpito akan lekas dituduh dan ditindas sebagai gantinya PKI, tetapi bukan “Gombinis”, PNI bukan “heimelijke opvolgster[1]dari Partai Komunis Indonesia!
PNI adalah suatu partai nasionalisme revolusioner sebagai yang kami terangkan tadi, dan massaisme, kromoisme, marhaenisme PNI tidakklah karena faham “Gombinis”, melainkan ialah karena susunan pergaulan hidup Indoesia yang memang menyuruh PNI memeluk kromoisme dan marhaenisme itu!

[1] Pemerintah Belanda memang selalu menuduh PNI adalah lanjutan dari PKI, seperti surat pendakwaan terhadap Bung Karno di sana tertulis bahwa PNI adalah “helmeyke opvolgster” dari PKI, artinya bahwa PNI adalah gantinya PKI dengan sembunyi-sembunyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar