Jumat, 03 Februari 2012

Melihat Fidel Castro Lebih Dekat


Looking For Fidel
Dengan gaya interogatif, Oliver Stone, sutradara peraih banyak penghargaan itu, langsung menyerbu Fidel Castro dengan banyak pertanyaan. Diantara pertanyaan itu sangat sensitif: Castro mengeksekusi pembajak kapal ferry. 
Pada tahun 2003, tiga orang pembajak menculik kapal Ferry di pelabuhan Havana. Para pembajak mengancam para penumpang dengan pisau untuk memaksa sang kapten membawa kapal ferry itu ke AS. Para pembajak itu ditangkap dan dieksekusi.
Fidel Castro berasalan, eksekusi itu merupakan langkah ekstrem untuk mencegah gelombang penculikan. Maklum, pemerintah AS memberi kemudahan dan tempat tinggal kepada setiap warga Kuba yang melarikan diri, baik dengan penculikan maupun pembajakan.
Pada sesi lain, Castro mengajak Stone untuk bertemu 8 orang tersangka pelaku pembajakan pesawat pada tahun 2003. Di situ, Stone bebas mengajukan pertanyaan kepada para tersangka.
Hampir semua tersangka mengaku melakukan perbuatan itu karena alasan ekonomi. Gaya hidup mewah di AS, termasuk yang dinikmati para pelarian Kuba di sana, sangat menggiurkan orang-orang Kuba yang tak tahan hidup sederhana.
Kisah di atas adalah potongan film “Looking For Fidel”. Dibuat pada tahun 2004, film berdurasi 60-an menit ini berusaha meneropong sosok Fidel Castro, berikut kehidupan politik di Kuba, dari berbagai perspektif.
Sorotan utama film ini adalah image Kuba sebagai negeri anti-oposisi. Pada tahun 2003, Kuba dituding menangkap dan memenjarakan 75 aktivis anti-pemerintah. Sorotan utama film ini adalah menggali fakta soal ‘rakyat yang membangkang’.
Selain dengan Fidel, Stone juga mewancarai sejumlah pembangkang Kuba di AS. Seorang pembangkang, Vladimiro Roca, mengaku menerima dana $50,000 dari New York Parkinson Foundation. Sejumlah pembangkang lainnya menerima honor dari penerbitan artikel di koran-koran anti-Castro.
Kuba juga merupakan korban terorisme AS. Pada tahun 1960, kapal La Cumbre diledakkan. Pada tahun 1961, sebuah pusat perbelanjaan utama dibom. Pada tahun 1976, Kedubes Kuba di Portugal dibom. Pada tahun 1979, pesawat komersil Kuba dibom dan menewaskan 73 orang. Pada tahun 1997, sejumlah hotel di Havana dibom. Saat ini, lima pejuang anti-teroris Kuba (sering disebut Cuban Five) ditahan dipenjara AS tanpa proses hukum.
Di film ini, Stone memperlihatkan adegan menarik. Saat Fidel Casto, di tengah hujan deras, berpidato mengenai kemajuan yang dicapai revolusi: tingkat kematian, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Stone lalu melompat pada pertanyaan lain yang tak kalah pedasnya: anggapan bahwa Castro seorang diktator. Castro dengan tenang menjawab: “Aku bukan seorang dalam kekuasaan. Ini adalah rakyat yang berkuasa.”
Castro menjelaskan fungsi kepemimpinannya seperti pemimpin spiritual. Ia mengaku kekuasannya sangat terbatas. Sebab, kata Castro, dirinya bukan presiden Republik. Dia hanya presiden Dewan Negara. Ia tidak punya hak menunjuk menteri, bahkan tidak punya wewenang menunjuk duta besar.
Fidel juga menceritakan soal embargo AS terhadap Kuba. Akibatnya, di tengah masa-masa sulit pasca kolapsnya kutub sosialis, negeri penghasil gula ini hanya bisa berhubungan dengan segelintir negara: Tiongkok, Vietnam, dan Rusia.
Pada bagian akhir film, Castro mengajak Stone keluar ke jalan. Di sana, ribuan rakyat Kuba menyambut Castro dengan teriakan “Hidup Fidel!”. Seorang warga malah berteriak “Tidak untuk Imperialis Yankee!”.
Di atas mobil, dimana Fidel duduk berdesakan dengan Stone dan penerjemahnya, ia bercerita tentang berbagai upaya imperialisme AS menggulingkan pemerintahannya. Ia menceritakan tentang 700-an kali upaya pembunuhan terhadap dirinya (Fidel). Berbagai cara dipakai CIA untuk membunuh Fidel: Pulpen beracun, rokok beracun, pakaian selam beracun, hingga pil sianida.
Film ini, seperti juga karya Stone sebelumnya, Commandate (2003), banyak diwarnai dengan wawancara. Tapi, terlepas dari hal itu, film ini cukup memberi gambaran jernih kepada penonton, khususnya di barat, tentang Fidel dan revolusi Kuba.
ULFA ILYAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar